Meneruskan tulisanku sebelumnya Seandainya saya anggota DPD RI tentang lomba menulis Blog dan Twit yang diselenggarakan oleh DPD-RI. Banyak hal yang ingin ku ungkapkan, baik itu dibidang ekonomi maupun pendidikan. Dua hal pokok ini menurutku adalah sebuah pemicu disetiap masalah dan dua pemicu majunya pertumbuhan sebuah negara.
Dibidang Ekonomi, kesenjangan ekonomi akan memicu timbulnya konflik, seperti demonstrasi, tindak kejahatan, bahkan bisa memunculkan keinginan pemisahan diri seprti yang terjadi di Aceh dan Papua. Namun terlepas dari itu, kesenjangan ekonomi merupakan sebuah "Pemicu" munculnya masalah di negeri Indonesia.
Dibidang Pendidikan, teringat perkataan seorang guruku ketika sekolah di SMK "Aku tidak meninggalkan harta warisan untuk anakku, namun aku akan menyekolahkan mereka jika mereka mau". Tertangkap di pikiranku yang dikatakan guruku bahwa harta bukanlah menjamin hidup untuk bahagia dan seperti yang dikatakan bapakku "Dengan ilmu, kemanapun kau pergi engkau akan hidup"
Uraian singkat dua masalah diatas tidaklah berlebihan, bahwa kebutuhan ekonomi dan Pendidikan menjadi pemicu konflik horizontal negeri ini. Seandainya saya menjadi DPD RI, aku ingin bermimpi untuk kali ini, walau aku anak petani kecil, mimpi itu harus ada, mungkin saja aku berandai menjadi anggota DPD RI, jika tidak, mungkin anakku kelak yang membaca tulisanku ini, atau cucu-cucuku yang kelak bermimpi menjadi Anggota DPD RI
Pendidikan
Demo mahasiswa menuntut 20% anggaran pendidikan dari APBN tidaklah menjamin mutu pendidikan Indonesia menjadi maju. System pendidikan yang silih berganti mengikuti Menteri-menterinya tidaklah cukup mampu merubah keadaan. Seperti kata guruku diatas, uang bukan segalanya dalam hidup ini, dan seperti petuah yang disampaikan bapakku, dengan ilmu kemanapun engkau pergi engkau akan hidup.
c
DII Pendidikan yang kutempuh sungguh berarti bagiku, walau sekarang aku sedang menempuh S1 Pendidikan di kampus yang berbeda, namun sedikit merasa ada perbedaan. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi yang luar biasa di bidang pendidikan, anak-anak di desa sungguh luar biasa minatnya dengan IQ yang tidak diragukan lagi kualitasnya di dunia Internasional. Jika aku berasumsi bahwa "Kebodohan yang menyebabkan kemiskinan di Negeri ini". Tidaklah berlebihan jika kebodohan akan menyengsarakanmu seperti petuah yang disampaikan guru dan orangtuaku. Lalu tidaklah berlebihan, jika aku bertanya, mengapa negeriku mengalami kebodohan?
Potensi orang-orang di Indonesia sungguh luar biasa, namun dikarenakan masuk kedalam lingkaran system pendidikan yang membuat orang-orang di Indonesia tidak mampu berkembang. Kurikulum silih berganti, sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006 namun sampai sekarang belum menemukan formula yang tepat, bahkan dimungkinkan akan berubah kembali.
Seandainya saya menjadi anggota DPD RI hal utama yang saya lakukan merubah Kurikulum Pendidikan Indonesia.
- Kontrol Sosial
System pendidikan di Indonesia sepenuhnya adalah hak dan milik negara, sepintas system ini cukuplah efektif karena secara sentralisasi di awasi oleh Menteri terus ke Dinas Pendidikan Provinsi, kabupaten terakhir bermuara di sekolah. Negara tetangga, tentu saja sudah mengalihkan metode Sentralisasi menjadi system Desentralisasi. Otonomi Khusus di Aceh tidak berdampak merubah pendidikan karena pendidikan masih berpusat di Pusat. Kontrol sosial adalah sebuah kontrol yang dilakukan oleh masyarakat terhadap sekolah yang ada di lingkungannya, saya berkeyakinan sumbangan akan mengalir deras ke sekolah masing-masing demi majunya sekolah di kampung dan kota masing-masing.
- Ruang belajar 3D
Akhir-akhir ini aku membaca sebuah artikel dari negara kecil tetangga sebelah bahwa mereka mengklaim menggunakan 4G untuk ruang kelasnya. Seberapa pentingkah metode ini? seorang siswa sma di jepang, tidak pulang semalaman di ruang kelas gara-gara mengerjakan PR-nya yang belum siap. Ruang belajar yang nyaman, tanpa kapur tulis, dengan komputer, proyektor, printer, buku pelajaran, obat-obatan, serta tempat makanan. Tentu saja aku bermimpi ada ruang kelas seperti itu di Indonesia. Ada, di beberapa perguruan tinggi, namun perguruan tinggi bukanlah penentu mutu orang Indonesia, akar, bibit kita adalah anak-anak SD, SMP dan SMA/SMK.Indonesia mampu, Indonesia punya uang untuk itu, namun perencanaannya haruslah mengarah kesitu. Amin!!
- Belajar sambil bermain
Duduk dibangku, berjajar, menulis, membaca dan mendengarkan serta mengejar tuntutan kurikulum harus menyelesaikan halaman demi halaman, saya merasa ini bukanlah gaya system pendidikan maju. Tidak berlebihan, jika beberapa orang menyekolahkan anaknya ke Home Schooling (Rumahan) seperti yang terjadi di kota-kota besar. Metode ini akan maksimal jika metode nomor 2 diatas sudah ada. Namun sadar akan kualitas muridnya, seorang guru di kota menggunakan metode ini dikelasnya. Al-hasil penghargaan berjuluk guru teladan dan sangat disukai murid disandangnya.Rasanya tangan ini tidak mau berhenti menulis tentang pentingnya system pendidikan yang baik di Negeriku tercinta Indonesia. Walau para juri membatasiku dengan 500 kata, serasa tidak cukup bagiku, namun aku akan terus menulis semoga kelak ada yang membaca tulisanku dan mungkin kelak anak cucuku ada yang membacanya.
Ekonomi
Seandainya saya anggota DPD RI
Ekonomi adalah menyangkut apa isi perut, menatap masa depan anak cucu kita. Kesenjangan ekonomi adalah pemicu teradinya ledakan masalah di negeri ini. Diatas telah aku sebutkan pentingnya ilmu bagi kehidupan kita dimasa depan. Namun betapapun ilmu yg kita miliki namun hasilnya tidak dihargai, maka solusinya adalah menjadi TKI (bukan pembantu rumah tangga, namun tenaga ahli) banyak harta berharga indonesia harus bekerja di luar negeri karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi, namun berbekal ilmu "Kemanapun dengan ilmu engkau akan hidup".
Dimanakah salahnya?
Berbicara ekonomi, Indonesia adalah negara agraria. Tidak lucu jika Indonesia mampu menyuplai bahan rakyatnya dari hasil bumi pertiwi. Dan tidak lucu jika Indonesia mampu menyuplai akan banyak petani-petani berdasi di Indonesia karena masa depan yang menjanjikan.
Seandainya saya anggota DPD RI hal pokok yang saya rekomendasikan adalah mengontrol Suply and Demand dipasaran. Pemerintah hanya bertugas mengontrol harga yang menguntungkan petani dan menghindari terjadinya Inflasi. Kontrol Suply and Demand ini hanya terjadi pada beras, namun sangat disayangkan kontrol beras itu adalah beras impor. Namun aku berkeyakinan Indonesia adalah negara besar yang memiliki anak-anak cerdas yang patut diandalkan.
Belajar dari tetangga sebelah, di bidang Ekonomi lembaga yang menjadi kunci pokok adalah "Bank". Mengapa Bank? Indonesia menganut system kapitalis, segala yang menguntungkan itulah mitra kerjanya. Padahal banyak anak-anak cerdas Indonesia yang selalu siap menjadi petani berdasi, pengusaha-pengusaha setiap harinya. Mengajukan kredit tidaklah mudah, kita harus mempunyai laporan keuangan 6 bulan, HO, SIUP, SITU belum lagi bunga sekitar 11% per tahun yang menjerit ketakutan sebelum berperang. Aku ingin calon pengusaha Indonesia menjerit semangat saat genderang perang dimulai.
Perkreditan di negara sebalah sangatlah mudah, cukup diberi bantuan dan dalam "setahun tanpa bunga" tidaklah berlebihan jika banyak muncul pengusaha dari negara tetangga dengan kredit lunak yang mereka tawarkan cukup menjanjikan masa depan anak cucu bahkan kekurang tenaga kerja hingga perlu mengimpornya.
Banyaknya lulusan sarjana, Pemerintah Indonesia takkan mampu menampung tenaga kerja yang melambung setiap tahunnya. Namun dengan terciptanya anak-anak cerdas menggunakan kurikulum yang baik dan system ekonomi yang kondusif, Indonesia akan mampu menampung pengusaha-pengusaha berdasi setiap harinya.
Setidaknya inilah yang kurasakan dan ku impikan dariku Mimpi Anak Petani.
2 komentar:
Seandainya saya menjadi anggota DPD RI
ya cerita yg menarik mas, tapi kalau aku jadi anggota DPD RI ngapain ya ^_^